
Cover photo by スタジオ321
Setelah 16 tahun, Oasis kembali bersatu dan menggelar 'Oasis Live '25 Tour', yang disebut-sebut sebagai salah satu tur terbesar dalam sejarah Inggris. Namun, di balik layar, terjadi gesekan serius antara media dan band ini.
Masalah bermula ketika pihak band meminta agar hak penggunaan foto profesional dikembalikan kepada mereka satu tahun setelah pengambilan gambar. Akibatnya, lembaga besar seperti Getty Images dan AP memutuskan untuk memboikot peliputan tur ini.
Batas Waktu untuk Foto Jurnalistik
Selama ini, foto jurnalistik digunakan secara permanen sebagai "arsip budaya" untuk artikel retrospektif atau ulasan masa lalu. Namun, syarat yang diajukan oleh Oasis—yaitu pengembalian hak cipta setelah satu tahun—mengubah aturan ini secara mendasar.

Di era di mana gambar palsu yang dihasilkan AI semakin marak, nilai foto jurnalistik sebagai sumber terpercaya semakin tinggi. Pembatasan ini dianggap sebagai tantangan langsung terhadap kebebasan pers.
Artis dan Media: Dimana Batasnya?
Tur Oasis memanfaatkan media dengan menampilkan artikel koran lama sebelum konser dimulai. Namun, di sisi lain, mereka memberlakukan pembatasan terhadap fotografer jurnalistik, yang menciptakan kontradiksi.
Penampilan artis yang menjadi bagian dari berita juga terkait dengan hak publisitas mereka. Pertanyaan yang muncul adalah: sejauh mana sesuatu dianggap sebagai dokumentasi, dan kapan itu menjadi hak publisitas? Batas ini kini sedang diperdebatkan.
Apa yang Harus Kita Lindungi Melalui Foto?
Dalam acara atau pemotretan konser, penting untuk memeriksa syarat penggunaan dan kepemilikan hak cipta sebelumnya. Selain itu, fotografer juga harus memiliki cara untuk melindungi ekspresi mereka sendiri.

Baik dalam konteks jurnalistik maupun seni, foto memiliki "kekuatan untuk merekam." Oleh karena itu, kebebasan berekspresi dan martabat dalam berkarya adalah nilai yang harus kita lindungi.