Mengapa Foto Lama Tidak Menampilkan Senyuman? Perjalanan Senyuman dalam Fotografi | Focus #557

Pada masa awal fotografi, tradisi lukisan potret masih sangat memengaruhi. Dalam lukisan, senyuman lebar sering dianggap sebagai simbol "kegilaan" atau "ketidakseriusan", sehingga ekspresi serius dan tenang dianggap ideal untuk menunjukkan rasa hormat dan wibawa.

Fotografi juga lebih dianggap sebagai "potret resmi" daripada "catatan keluarga", sehingga ekspresi tanpa senyuman menjadi pilihan yang wajar.

Memang benar bahwa pada masa awal fotografi, waktu eksposur yang panjang—hingga beberapa menit—membuat senyuman alami sulit dipertahankan. Namun, bahkan setelah teknologi berkembang dan waktu eksposur menjadi kurang dari satu detik, ekspresi tanpa senyuman tetap bertahan.

Hal ini disebabkan oleh persepsi sosial bahwa fotografi adalah "catatan resmi" dan bukan sesuatu yang dilakukan dengan santai atau sembarangan.

Kehadiran kamera Brownie pada tahun 1900 mengubah fotografi menjadi sesuatu yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Dalam foto-foto sehari-hari, senyuman alami menjadi lebih diinginkan, dan akhirnya menjadi "norma" dalam fotografi.

Di Jepang, tren "senyuman" mulai muncul pada era Taisho, di mana fotografi berkembang dari sekadar "catatan" menjadi bentuk "ekspresi".